Tata Surya
Tata Suria
Dari Wikipedia Bahasa Indonesia
Ensiklopedia Bebas
Tata Suria adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya.
Objek-objek tersebut termasuk 8 buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips,
5 planet kerdil atau katai,
173 satelit alami yang telah diidentifikasi,
dan jutaan benda langit seperti meteor,
asteroid,
komet,
dan yang lainnya.
Tata Suria terbagi menjadi matahari,
4 planet bagian dalam,
sabuk asteroid,
4 planet bagian luar,
dan di bagian terluar adalah sabuk kuiper dan piringan tersebar.
Awan Oort diperkirakan terletak di daerah terjauh yang berjarak sekitar 1000 kali di luar bagian yang terluar.
Berdasarkan jaraknya dari matahari,
kedelapan planet Tata Suria ialah Merkurius yang berjarak 57,9 juta kilometer,
Venus 108 juta kilometer,
Bumi 150 juta kilometer,
Mars 228 juta kilometer,
Jupiter 779 juta kilometer,
Saturnus 1430 juta kilometer,
Uranus 2880 juta kilometer,
dan Neptunus 4500 juta kilometer.
Sejak pertengahan 2008, ada 5 objek angkasa yang diklasifikasikan sebagai planet kerdil.
Orbit planet-planet kerdil kecuali Ceres,
berada lebih jauh dari Neptunus.
Kelima planet kerdil tersebut ialah Ceres, 415 juta kilometer,
di Sabuk Asteroid, dulunya diklasifikasikan sebagai planet kelima,
Pluto 5906 juta kilometer, dahulunya diklasifikasikan sebagai planet yang ke-9,
Haumea 6450 juta kilometer,
Makemake 6850 juta kilometer,
dan Eris 10100 juta kilometer.
6 dari ke-8 planet dan 3 dari ke-5 planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit alami,
yang biasa disebut dengan bulan,
sesuai dengan bulan atau satelit alami bumi.
Masing-masing planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain.
Bagian pertama, Asal-usul.
Banyak hipotesis tentang asal-usul Teta Suria telah dikemukakan para ahli,
diantaranya,
1. Hipotesis Nebula
Hipotesis Nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg pada tahun 1734,
dan disempurnakan oleh Immanuel Kant pada tahun 1775.
Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796.
Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan hipotesis Nebula-Kant-Laplace,
menyebutkan bahwa pada tahap awal, Teta Suria masih berupa kabut raksasa.
Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula,
dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen.
Gaya gravitas yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu.
Suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa atau matahari.
Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat,
dan cincin-cincin gas dan es terlontar keseliling matahari.
Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya,
dan membentuk planet dalam dan planet luar.
Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet
merupakan konsekuensi dari pebentukan mereka.
Yang kedua, hipotesis planetisimal.
Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Sumberland dan Forrest R. Moulton pada tahun 1900.
Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa tata surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan matahari
pada masa awal pembentukan matahari.
Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari,
dan bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari.
Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dan memadat,
dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetesima,
dan beberapa yang besar sebagai protoplanet.
Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan,
sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.
Ketiga, hipotesis pasang surut bintang.
Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917.
Planet dianggap terbentuk karena menekatnya bintang lain kepada matahari.
Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari
dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka,
yang kemudian terkondensasi menjadi planet.
Namun astronom Harold Jeffries tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi.
Demikian pula astronom Henry Norris Ruzell mengobrakkan keberatannya atas hipotesis tersebut.
Yang keempat, hipotesis kondensasi.
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper pada tahun 1950.
Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
Yang terakhir, hipotesis bintang kembar.
Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle pada tahun 1956.
Hipotesis mengunggakakan bahwa dahulunya tata surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya
dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil.
Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.
Terima kasih telah menonton!