Pancasila Sebagai Dasar Negara | Hipotesa X Geolive
Tanggal 17 Agustus, adalah hari yang meriah bagi Indonesia, tepat pada tanggal tersebut 74 tahun yang lalu, Indonesia diproklamasikan sebagai bangsa merdeka. Tentunya, Indonesia tidak serta merta lepas dari berbagai tantangan yang mendatang. Agresi militer, perang dingin kemiskinan, hingga separatisme namun, ditengah dera ombak masalah, bangsa ini masih tegak hingga sekarang. Hal ini hanya dimungkinkan karena dasar negara yang kuat, konsisten dan diterima oleh masyarakat. Yaitu, pancasila. Hingga sekarang, tidak ada sumber hukum atau filsafat bernegara di Indonesia, yang melebihi pancasila. Hanya dengan dasar yang sejajar dengan pancasila saja sebuah peraturan dapat menjadi hukum. Dan, atas dasar Pancasila, Indonesia dapat menentukan arah dari kepentingan nasionalnya. Mengingat pentingnya pancasila sebagai dasar negara, apakah makna dari Pancasila menurut para bapak pendiri bangsa Indonesia? Dalam video kali ini, Hipotesa akan mengundang narasumber dari Geomedia, untuk menambah wawasan kita tentang pancasila. Kuatnya loyalitas masyarakat Indonesia terhadap Pancasila sebagai dasar negara, membuat ideologi-ideologi lain, atau bahkan bentuk negara yang terpisah dari Indonesia, kurang mendapat dukungan. Alhasil, meskipun Indonesia tidak sekaya atau sekuat bangsa-bangsa lain pada masa kemerdekaan, Republik Indonesia dapat bertahan menghadapi segala masalah. Gagasan mengenai dasar negara, mulai dibicarakan pada tanggal 29 Mei 1945, ketika rapat BPUPKI dimulai. Tujuannya, membahas dasar negara Indonesia yang merdeka. Berbagai tokoh pun menyuarakan pendapatnya, namun belum ada persetujuan tentang dasar filsafat negara. Situasi dalam persidangan, mulai berubah pada hari ketiga, ketika Soekarno mendapat giliran untuk menyampaikan pendapatnya, pada 1 Juni 1945. Faktanya, Soekarno telah menggumuli akan dasar suatu negara, semenjak tahun 1918. Beliau terinspirasi dari ideologi negara lain yang simpel, tapi berbobot, seperti San Min Chu oleh dokter Sun Yat Sen, histori materialisme dari Uni Soviet, bahkan Islam di Arab Saudi. Akan tetapi, menurut Soekarno, 5 dasar saja sudah cukup bagi Indonesia. Prinsip pertama, adalah prinsip kebangsaan. Menurut Soekarno, Indonesia harus berdiri sebagai sebuah bangsa dalam negara. Soekarno mendasarkan bangsa ini, berdasarkan tulisan dari Otto Bauer dan Ernest Rennan. Bahwa bangsa adalah keinginan manusia untuk bersatu atas dasar persamaan nasib. Namun, persamaan untuk berkumpul atau persamaan nasib saja tidaklah cukup untuk Soekarno. Karena bila demikian, setiap suku dan etnis yang beragam di Indonesia, akan menyendiri dan membentuk bangsa mereka sendiri. Bangsa Indonesia, tidak boleh hanya menjadi bangsa satu golongan saja, satu agama, atau satu ras saja. Melainkan persatuan dari keseluruhan manusia di seluruh wilayah Indonesia. Pada bagian ini jugalah, Soekarno mulai mengupas perbatasan wilayah Indonesia. Menurutnya, Indonesia memiliki batas alami, yakni seluruh daerah yang diapit oleh benua Asia dan Australia, dan samudera Hindia, dan Pasifik.
Meskipun memiliki kebudayaan yang berbeda, semua masyarakat yang berada dalam wilayah tersebut adalah satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, dan bangsa Indonesia, seperti bangsa-bangsa yang lain, adalah satu dalam kekeluargaan di seluruh dunia. Inilah yang mendasarkan prinsip kedua dari Soekarno, yaitu Internasionalisme. Tidak cukup hanya dengan mencintai bangsa Indonesia dasar negara Indonesia adalah kecintaannya pada perdamaian dunia. Internasionalisme yang dimaksud, juga harus menitikberatkan pada kecintaan pada bangsa masing-masing. Dasar ketiga, mengatur kehidupan masyarakat, yakni mufakat. Soekarno mempercayai, bahwa mufakat adalah tradisi dari negara Indonesia. Maka dari itu, setiap golongan dari masyarakat yang memiliki pendapat berbeda harus diberikan platform untuk menyuarakan pendapatnya tanpa harus menghalangi atau melukai pihak lain. Masyarakat Indonesia yang merdeka juga harus memiliki kesejahteraan. Inilah prinsip keempat Soekarno, yakni keadilan sejahtera. Soekarno khawatir akan ketimpangan kekayaan yang merajalela akan membuat kemerdekaan Indonesia seolah-olah hanya menjadi kemerdekaan kelas masyarakat tertentu. Maka dari itu, Soekarno menganggap kemerdekaan tanpa kesejahteraan, sebagai nihil. Dan prinsip kelima, adalah ketuhanan. Baik Islam, Kristen, Hindu, Buddha hingga agama kepercayaan bangsa Indonesia, adalah bangsa yang selalu mengamalkan ajaran agama, dan menyembah tuhan. Maka dari itu, prinsip ketuhanan yang saling menghormati satu agama dengan yang lainya adalah sebuah keharusan. Lima prinsip Pancasila, dapat diringkas menjadi Trisila, dan Trisila menjadi satu, yakni gotong royong. Konsep dari Soekarno pun diterima oleh BPUPKI. Pancasila juga pernah memiliki kontroversinya sendiri. Pada piagam jakarta, sila pertama yang mencantumkan kewajiban menegakan syariat Islam, bagi para pemeluknya dihapuskan. Awalnya, sila itu adalah suatu bentuk kompromi bagi kaum nasionalis dan religius. Pada 16 Juli 1945 piagam jakarta disahkan sebagai UU ke 5 UUD 1945. Pada 18 agustus 1945, beberapa tokoh bangsa mengatakan rapat non-formal untuk membahas kemungkinan pecahnya Indonesia karena keberatan akan sila pertama di piagam Jakarta. Demi mempertahankan keutuhan bangsa, dilakukan berbagai lobi oleh beberapa tokoh nasional, yang salah satunya adalah Bung Hatta dan Ki Hajar Dewantara. Pada akhirnya, sila pertama itu menjadi ketuhanan yang maha esa dan UU ke 5 UUD 1945 menjadi pembukaan Undang Undang dasar 1945. Supremasi pancasila, tidak akan dipertanyakan. Tapi, apa jadinya bila pancasila menjadi dalih bagi pemerintahan yang otoriter, untuk melabel semua orang yang mengeritik pemerintah sebagai anti pancasilais ada yang menganggap bahwa kebijakan tersebut adalah suatu hal yang penting demi menjaga ketahanan bangsa namun ada kekhawatiran juga bahwa kedepanya, narasi tersebut akan digunakan untuk membungkam mereka semua yang belum tentu anti pancasilais, namun hanya kritis terhadap pemerintah. Lantas, bagaimanakah kita menyikapi pancasila di dunia moderen ini?
Ya, jadi memang emm sebaiknya kita tidak memperlakukan Pancasila dengan paradigma otoriter begitu ketika kita mempertanyakan relevansi pancasila untuk generasi muda misalnya. Ya, satu-satunya cara yang bisa membuat dia menjadi relevan, menjadi tetap ehh sesuatu yang hidup ya, living value emm living culture dalam hidup masyarakat ya dia harus dibuka untuk nanti generasi muda ini ikut juga ee merasakan, untuk mereka tuh merasa punya kebebasan juga untuk menafsir, untuk memperdebatkan, mendialogkan pancasila dengan cara-cara mereka sendiri jangan sedikit-sedikit itu menempatkan pancasila tuh sebagai sesuatu yang diatas langit, sesuatu yang divine, sehingga ketika dikreasikan sedikit dibilang penghinaan begitu, atau dibikin bercanda sedikit ya dibilang itu penistaan Pancasila dan sebagainya itu justru itu akan membuat Pancasila menjadi tidak relevan untuk hidup masyarakat apalagi untuk generasi muda ya mungkin untuk sekarang ini ya gen Z dan di bawah-bawahnya so, kalau menurut saya satu-satunya cara untuk membuat Pancasila itu menjadi hidup, menjadi suatu nilai yang memang bermakna bagi masyarakat adalah dengan menjadikan dia relevan untuk hidup masyarakat dan dengan caranya adalah ya, dia dibuka untuk semua masyarakat bisa merasa pantas, bisa merasa bebas untuk ikut dalam mendialogkan mendiskusikan, bahkan, memperdebatkan pancasila